TLCQ – Chapter 203

Bab 203

Penerjemah: Nyoi-Bo Studio Editor: Nyoi-Bo Studio

Awan menutupi sinar matahari, menyebabkannya perlahan menghilang di medan perang yang berangin. Waktu berlalu sangat lambat; angin musim gugur membawa hawa dingin yang khusus ke Yan Bei saat menyapu dataran yang luas. Dari tengah malam hingga siang, dari siang hingga petang, darah segar menodai seluruh Dataran Huolei saat bunga-bunga Huoyun berwarna merah-merah mekar penuh, memperlihatkan kelopaknya yang merah tua. Manusia yang masih hidup, yang masih berlimpah di pagi hari, sekarang terbaring mati di tanah yang sedingin es, seperti jagung yang tumbang.

Tanah telah kehilangan warna aslinya. Burung nasar berputar-putar di langit, menunggu kesempatan untuk menikmati pesta langka di depan mata mereka. Mayat dan tulang berserakan di dataran; para prajurit yang terluka ditumpuk di atas mereka, menangis dengan sedih seperti serigala yang baru saja menjadi yatim piatu. Para prajurit yang terluka lebih parah bahkan tidak bisa mengumpulkan teriakan kesakitan, berbaring di tanah seperti anjing mati. Mereka kadang-kadang ditemukan oleh petugas medis pertempuran, yang menemukan bahwa mereka hidup ketika mereka mengeluarkan suara setelah ditendang oleh mereka. Gerimis ringan terjadi di malam hari. Rintik hujan tipis yang dingin mendarat di tumpukan mayat yang dibakar, membentuk lapisan tipis kabut putih di atasnya.

Cheng Yuan berjalan mendekat saat ia menemukan tumpukan mayat. Veteran perang kawakan itu telah mengeras sepanjang tahun-tahun pertempurannya; wajahnya yang tampak menyeramkan memiliki tekad yang kuat di atasnya. Kakinya telah terluka oleh panah, dan dibalut dengan kain putih saat dia berjalan dengan pincang.

Di lereng rendah tidak jauh, pria itu berdiri di bawah pohon poplar. Panji-panji Tentara Elang Hitam melayang ringan di atas kepalanya. Rumput layu berkibar di udara di bawah kakinya, berputar di sekelilingnya. Sorot matanya kosong, seolah dia terpaku pada sesuatu yang lebih jauh dari medan perang, lebih jauh dari pertumpahan darah, dan lebih jauh dari awan di cakrawala …

Cheng Yuan berdiri terpaku di tempat itu dengan linglung, tidak berjalan di depan.

"Apakah itu Cheng Yuan? Kemarilah. "Yan Xun tidak berbalik saat dia menggumamkan kata-kata itu dengan suara tenang, menenangkan dan tenang. Cheng Yuan berjalan mendekat, punggungnya sedikit melengkung. Dia berlutut di tanah dengan satu lutut dan berkata dengan suara rendah, "Yang Mulia, Tentara Xiuli telah menerobos formasi kami melalui Tentara Xuanyu di tenggara. Tentara Xuanyu mencapai medan perang untuk memperkuat pasukan kita. Ketika mereka mengatur formasi mereka dengan tergesa-gesa, mereka tidak bisa menahan serangan Jenderal Chu. Pasukan Tentara Xiuli menghindari konfrontasi langsung dengan pasukan kami, memilih untuk menyerang Tentara Xuanyu sebagai gantinya. Ketika kami mencoba menghentikan mereka, sudah terlambat. Mereka melarikan diri dari sisi kiri dan menuju ke arah barat laut. "

Yan Xun mengangguk diam-diam, tidak mengatakan sepatah kata pun.

Cheng Yuan menjilat bibirnya, ich mulai mengering, dan melanjutkan, “Aku sudah memerintahkan Jenderal Gao dan Jenderal Lu untuk menghentikannya. Angkatan Darat Pertama akan mengirim 30.000 pasukan untuk menyerang mereka di wilayah barat laut. Longyin Pass juga siap untuk pertempuran. Kami telah menyegel rute di saluran air selatan yang mengarah ke Tang. Bahkan jika Tentara Xiuli memiliki sayap, kita akan dapat menembak jatuh mereka. "

Yan Xun tetap diam, tampaknya tetap tidak menyadari apa yang baru saja dia dengar. Cheng Yuan mulai merasa sedikit gugup saat dia memeriksa dengan lembut, "Yang Mulia?"

"Lanjutkan."

“Kami telah menderita banyak korban. Tentara Ketiga dan Ketujuh telah sepenuhnya musnah. Para pemimpin Tentara Keempat, Kedelapan, dan Kesebelas tewas dalam pertempuran; lebih dari setengah dari pasukan mereka juga tewas bersama mereka. Jenderal Du Ruolin dari Tentara Ketigabelas telah menolak untuk berpartisipasi dalam pertempuran. Kami telah menahannya, tetapi bawahannya masih menolak untuk patuh. Mereka tidak berguna bagi kita, namun kita masih harus mengirim pasukan untuk menjaga mereka di bawah pengawasan … "

Yan Xun berbalik sedikit dan mengangkat alisnya. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Menolak untuk berpartisipasi dalam pertempuran?"

"Y … -d,". Cheng Yuan menelan kata-katanya. Mengadopsi nada yang lebih lembut, dia melanjutkan, "Pasukan dari Tentara Ketigabelas semuanya dari Dataran Tinggi Shangshen."

Angin dingin bertiup melewati Yan Xun, menyebabkan tetesan air hujan berceceran di wajahnya. Dia mengangguk perlahan, tidak mengatakan sepatah kata pun.

“Yang Mulia, menghentikan Tentara Xiuli hanya masalah waktu. Saya memiliki masalah lain, tetapi saya tidak tahu apakah saya harus mengatakannya. "

Yan Xun menjawab tanpa emosi, "Katakan saja."

"Iya nih. Yang Mulia, jika pasukan kita berhasil mengelilingi Jenderal Chu, bagaimana kita harus menyerang? Apakah kita menyerang dengan kekuatan penuh, atau hanya mengelilingi mereka? Apakah kita membunuh mereka, atau menangkap mereka hidup-hidup? Yang Mulia, mohon beri tahu saya. ”

Angin di sekitar telinga Yan Xun mulai melolong nyaring. Dia berdiri di sana dengan tenang ketika meniup di tubuhnya dan di lengan bajunya. Di medan perang tidak jauh, percikan api kecil masih ada. Setelah pertempuran, yang telah berlangsung sepanjang hari, ketajaman para prajurit sangat terpengaruh. Saat ini, mereka lelah dan lambat merespons; pakaian mereka menjadi sobek dan compang-camping. Seluruh pasukan 20.000, dikombinasikan dengan 30.000 pasukan penguatan, telah kalah dari Tentara Xiuli, meskipun telah mundur dari pertempuran di tengah jalan. Chu Qiao dan pasukannya yang terdiri dari 9000 pasukan mengiris formasi mereka dengan mudah, mencapai sesuatu yang tidak dimiliki oleh pasukan Huoyun yang berkekuatan 30.000 orang di Huanhuan. Yan Xun harus mengakui bahwa AhChu adalah seorang jenius yang tak perlu dalam perang militer. Bahkan dia sendiri tidak bisa membandingkan dengan cara dia menangani situasi dengan percaya diri dan berdiri di tentara.

Dia menghembuskan napas perlahan; perasaan berat di hatinya mulai muncul dari dalam. Pada saat ini, dia tidak yakin apakah akan merasa bahagia untuknya, bahwa dia akhirnya berhasil melarikan diri dan memukulinya tanpa melibatkan emosi. Dia tidak yakin apakah merasa sedih atau tidak, bahwa dia telah meninggalkannya untuk selamanya.

Perasaan ironi muncul dari dalam hatinya, membuatnya tertawa dengan dingin. Dia memandang Cheng Yuan dan berbicara, "Cheng Yuan, apakah Anda tahu mengapa saya sangat menghargai Anda, meskipun orang lain mengatakan kepada saya untuk tidak melakukannya?"

Cheng Yuan terkejut ketika dia berlutut di tanah, bersujud, dan menjawab, "Aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Yang Mulia bahkan jika aku mati berkali-kali."

"Karena kamu menyukai aku yang dulu."

Cheng Yuan menatap Yan Xun dengan kaget, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

"Aku tahu bahwa keluargamu dimusnahkan di medan perang. Istri dan saudara perempuan Anda ditangkap oleh pasukan Xia untuk menjadi pelacur. Kakak laki-lakimu adalah seorang komandan di Da Tong, tetapi dia dibunuh oleh seseorang secara internal. "

Mata Cheng Yuan memerah perlahan. Dia berlutut di tanah tanpa mengucapkan sepatah kata pun, saat bibirnya berubah pucat.

"Aku tahu apa yang akan kamu katakan. Sama seperti saya, saya tahu apa yang saya pikirkan. "

Y n Xun menatap awan gelap, yang tampak merah karena matahari terbenam. Dia tersenyum dan melanjutkan dengan suara rendah, “Seseorang dapat memiliki banyak keinginan. Namun, ia harus bertahan hidup terlebih dahulu. Jika dia mati, keinginannya tidak dapat tercapai. "

Air mata hangat mulai mengalir di mata Cheng Yuan. Pria itu, yang telah dihina dan dipanggil tikus oleh orang-orang Yan Bei, mengepalkan tinjunya dengan erat dan menundukkan kepalanya.

Burung-burung putih besar terbang melintasi langit, melintasi garis pandang Yan Xun. Yan Xun memandang mereka saat titik fokus di depannya perlahan menghilang. Dia tetap diam untuk beberapa saat sebelum berkata, “Tentara Xiuli adalah tentara yang ulung. Akan sulit untuk menghadapi mereka secara langsung. Membuka perbatasan dan membocorkan berita ke Zhao Yang dan Wei Shuye. Musim dingin datang. Mari kita gunakan AhChu untuk menembus kebuntuan pertempuran ini. ”

Bahkan karakter yang biasanya tenang seperti Cheng Yuan tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajahnya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berbisik, “Pasukan Xia di Yanming Pass semuanya pasukan kavaleri berat. Tentara Jenderal Chu semuanya adalah pasukan kavaleri ringan. Saya khawatir pasukan Xia tidak akan bisa menghentikan Jenderal Chu. "

"Tunda langkah kakinya kalau begitu," Yan Xun berbalik dan berjalan menuju arah Kota Beishuo dengan kuda perang hitamnya di sisinya. Matahari terbenam menyinari dirinya, membentuk bayangan panjang. Sebuah suara rendah bergema perlahan, melayang ke telinga Cheng Yuan seperti angin yang bergerak di dataran. "Beri tahu warga sipil di dekat distrik Beishuo, Shangshen a, dan Pegunungan Huihui bahwa Jenderal Xiuli mereka akan meninggalkan Yan Bei."

Angin menyebabkan lengan bajunya bergetar di udara saat pedang di pinggangnya memancarkan pantulan merah cerah. Langkah kaki pria itu terasa berat saat dia berjalan perlahan menuju kota yang gelap gulita yang megah. Secara kiasan, dia tampaknya diikat dengan rantai emas. Asap tebal dan hitam naik perlahan dari jauh ketika tangisan penderitaan bergema keluar dan bergema di langit Huolei Plains.

AhChu, saya mengatakan ini sebelumnya. Siapa pun dapat mengkhianatiku, kecuali kamu. Anda adalah satu-satunya sumber cahaya saya. Anda adalah matahari yang menerangi langit gelap saya.

P esently, sumber cahaya saya hilang.

Akankah Anda memikirkan saya ketika Anda dikelilingi di keempat sisi oleh musuh, terisolasi dan tidak dapat melarikan diri?

AhChu, aku akan mengawasimu dari belakang.

Perang tiba-tiba turun ke tanah. Berbagai pasukan Yan Bei tetap diam setelah mendengar berita kedatangan mereka. Awalnya, Chu Qiao dengan naif berpikir bahwa Yan Xun tidak tahan untuk menyerangnya, memilih untuk membiarkannya pergi. Namun, di luar Longyin Pass, ketika dia melihat warga sipil dengan anak-anak dan barang-barang mereka, hatinya tenggelam karena harapannya benar-benar padam.

Di siang hari, kerumunan sudah mulai terbentuk. Beberapa orang mendorong kereta berat mereka, dengan semua barang-barang mereka saling berdentang di sana. Beberapa orang melambaikan cambuk mereka, mengarahkan kawanan ternak mereka. Beberapa wanita memegang anak-anak mereka yang menangis di lengan mereka saat mereka menyusui mereka. Orang lain memegang karung goni mereka yang berisi ubi dan jagung, berhenti makan setelah berjalan untuk jarak tertentu.

Mereka merasa lelah, sulit dilakukan, dan panik. Namun, ketika mereka melihat panji-panji Tentara Xiuli, seluruh kerumunan bersorak. Warga sipil menyerbu ke depan dan berteriak serentak, “Jenderal ada di sini! Jenderal ada di sini! "

Seorang lelaki tua berambut putih menyeret cucunya yang masih muda ke depan, wajah anak itu merah karena kedinginan. Mereka berteriak ke arah Chu Qiao dan bertanya, "Jenderal, ke mana kita akan pergi?"

"Betul. Jenderal, kemana kita akan pergi? "

"Apa pun yang terjadi, aku mengikuti Jenderal. Saya tidak bisa membiarkan Jenderal berkeliaran sendirian. "

"Jenderal, mengapa Anda tidak memberi tahu kami lebih awal? Saya belum mengemas barang-barang saya. Untungnya saya bertindak cepat, atau saya tidak bisa mengejar ketinggalan. "

…

Para prajurit Tentara Xiuli berdiri di dataran kosong yang luas. Mereka tidak mengatakan sepatah kata pun saat mereka melihat Chu Qiao. Dia mengenakan jubah hijau saat dia duduk tegak di atas kudanya, seperti lembing. Ekspresinya sungguh-sungguh, tanpa kejutan atau kepanikan, yang menenangkan para prajurit ketika mereka berpikir bahwa dia punya rencana yang sudah disiapkan sebelumnya.

"Jenderal," He Xiao mengendarai kudanya dan memanggilnya dengan lembut.

Chu Qiao berbalik. Dia Xiao dekat dengannya, ke titik di mana dia tampaknya bisa mendeteksi keadaan transnya. Dia merasakan hatinya sakit saat dia merasakannya. Ketika mereka berinteraksi satu sama lain selama bertahun-tahun, dia tidak lagi percaya kemampuan wanita muda itu secara membabi buta. Selama dua tahun ini, dia telah banyak melihat. Dia telah melihatnya ketika semangatnya turun di lesu; dia telah melihat air matanya, saat-saat kelemahannya, dan ketika dia merasa tersesat. Dia bukan legenda hidup yang tidak merasakan kekalahan dalam pertempuran; dia tampak lebih seperti wanita muda biasa yang dengan keras kepala memikul tanggung jawab seluruh dunia ke atas bahu. Bahkan ketika dia menangis, dia harus bersembunyi di sudut di mana tidak ada yang bisa melihatnya. Namun, meskipun demikian, kesetiaannya terhadapnya tidak goyah. Mereka terikat dengan cara yang lebih kompleks; dia lebih seperti anggota keluarga, kakak laki-laki, bawahan, dan orang kepercayaan.

Dia mengulurkan tangannya dan menepuk pundaknya ketika dia berkata dengan suara rendah, "Jenderal, He Xiao ada di sini."