WYMIP – Chapter 46 – Goal

Bab 46: Sasaran

Penerjemah: Editor Terjemahan EndlessFantasy: Terjemahan EndlessFantasy

"Dalam sepak bola, segala sesuatu dalam batas aturan diizinkan atas nama kemenangan."

Itu adalah hal pertama yang dikatakan pelatih baru kepada tim. Hatinya melompat ketika dia pertama kali mendengarnya; seolah-olah kata-kata itu ditujukan untuknya.

Pemenang akan menjadi raja; pecundang akan menjadi pengemis. Untuk bertahan dalam masyarakat ini dan berkembang di atas yang lain, Anda harus mengejar kesuksesan tanpa henti dan kejam, atau tetap berada di bawah kaki orang lain.

Itu kebenaran yang dia pelajari setelah bertahun-tahun kesulitan.

…

Tu Yong menunggu saat yang tepat sebelum mengetuk paha Zhang Jun dengan lutut. Ketika lawannya jatuh ke lantai, dia segera mengangkat kedua tangannya, mengklaim tidak bersalah. Untungnya, perhatian wasit sekali lagi “secara kebetulan” dialihkan pada saat-saat penting, dan permainan berlanjut.

Zhang Jun dengan cepat bangkit dari tanah sekali lagi. Tapi yang terpenting, kecepatan yang mengejutkan Tu Yong. Itu keenam kalinya dia jatuh ― tidak sakit? Kenapa dia tidak berbaring di tanah sedikit lagi? Itu akan mengurangi luka di tubuhnya, jadi mengapa?

Yang Pan ingin "mengadakan diskusi" dengan wasit lagi ― tetapi terhenti ketika dia melihat Zhang Jun memberi isyarat "jangan lakukan itu" padanya.

…

Babak pertama berakhir dengan serangan impotensi Yang Guang dan para pemain Shu Guang terjatuh di lantai sepanjang pertandingan.

Ah Yuan menguap dan menggeliat. “Ini pertandingan yang membosankan! Nomor 11 itu akan dihancurkan oleh nomor 10 tim lain pada akhirnya. 'Tukang daging hidup sesuai namanya! "

…

Ruang ganti pengunjung.

Yang Pan menendang kotak kertas dari tanah begitu dia masuk. “F * ck! Bajingan itu melakukan itu dengan sengaja! Betapa tidak tahu malu! F * ck! Dan wasit tidak bisa melakukan apa-apa! "

Semua orang menatapnya dalam diam.

"Tidak ada gunanya," kata Zhang Jun setelah beberapa waktu. "Mereka pasti pintar. Mereka bahkan dapat memanfaatkan wasit dan aturan untuk keuntungan mereka … Aduh! "

Su Fei sedang mensterilkan luka di kakinya, yang ia terima atas izin Tu Yong.

"Zhang Jun benar," tambah Kaka. “Garis pandang wasit cenderung terhalang pada saat-saat penting. Dan beberapa dari kesalahan itu mengeksploitasi celah dalam aturan. Saya percaya bahwa pelatih mereka bukan orang yang sederhana, tetapi itu tidak masalah bahkan jika Anda membuat neraka. "

"Tapi, apakah kamu melihat memar pada orang lain ?!" Yang Pan balas berteriak keras. “Zhang Jun, Ren Yu De dan kamu one siapa di antara kita yang tidak terluka? Jika mereka terus melakukan trik kotor ketika menyerang di babak kedua, hanya masalah waktu sampai mereka mencetak gol melawan kita! "

Ruang ganti tim tuan rumah adalah gambar yang sama sekali berbeda saat argumen berlanjut di kamar pengunjung.

Pelatih ― yang wajahnya selalu muram ― tersenyum.

"Kawan, tidak buruk!"

Semua orang di ruangan itu tahu persis betapa sulitnya untuk mendapatkan "tidak buruk" dari pelatih tirani!

“Kamu harus ingat siapa dirimu. Di sekolah ini, Anda dapat melakukan segalanya untuk melepaskan dan tidak akan ada hukuman. Ini saja membuat Anda iri dengan orang luar itu. Saya tidak peduli berapa banyak lawan yang Anda kirim ke rumah sakit atau reputasi macam apa yang Anda dapatkan selama Anda menang; di atas itu, hal-hal tertentu tidak dapat dibuat terlalu jelas. Pertandingan ini akan sulit ― tetapi Anda harus menang jika ingin mempertahankan hak khusus Anda. Tu Yong. "

Tu Yong mendongak.

"Anda akan terus menandai No. 11 di babak kedua. Dia adalah karakter yang berbahaya dan harus dihentikan. "

Dengan wajahnya tanpa ekspresi, Tu Yong mengangguk.

…

Wajah Yang Pan semua hancur dan muram ketika dia meninggalkan ruang ganti. Dia menahan amarahnya, dan tidak punya cara untuk menyewa.

Melihat preman-preman itu di tim lain membuatnya gusar tanpa alasan.

Su Fei mengerutkan kening saat dia duduk di samping Liang Ke.

"Kamu khawatir tentang Zhang Jun?"

Pertanyaan mendadak pelatih itu mengejutkannya.

"Tidak, T-Tidak …"

Liang Ke menatap manajer memerah dan tersenyum misterius. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Anda hanya harus percaya pada Zhang Jun, percaya padanya setiap saat. "

…

Yang Guang memulai kembali permainan.

Selama istirahat, Liang Ke telah mencoba berbicara dengan pejabat pertandingan tentang tindakan mereka, tetapi babak kedua menunjukkan bahwa upayanya sia-sia. Seperti Yang Pan prediksi, tim lain menyerang dengan gerakan kotor yang begitu banyak, yang meningkat secara eksponensial setiap menit.

Pertahanan Shu Guang panik ― hanya Chen Bo yang memegang garis seolah-olah dia berada di tribun terakhir epik, sementara An Ke menjadi fokus lapangan saat dia rajin menyelamatkan setelah menyelamatkan agar clean sheet mereka tetap utuh.

Namun, jelas bahwa jika ini terus berlanjut, Shu Guang akan menyerah; sama seperti pembela mereka mengalami kerusakan fisik, tekanan di dalam pemain lain juga secara bertahap tumbuh.

Liang Ke berdiri.

Dengan pejabat pertandingan menjadi tidak berguna, dia harus melakukan sesuatu. Memasuki area teknis, dia berteriak dengan suara keras ke lapangan, “Yang Pan! Jangan mundur terlalu jauh untuk membela! Anda tidak dapat menyerang mereka dari sana! Kaka! Lari kembali untuk mengejar bola, jangan memotong lini tengah!

“Ren Yu De! Jangan melihat ke bawah saat Anda menggiring bola! Carilah rekan satu tim Anda dan berikan bola! Zhang Jun! Tetap di depan! Menelusuri kembali tidak diizinkan! "

Itu pemandangan langka bagi Liang Ke, yang sering dianggap sebagai pendidik yang mengajar langsung dari buku-buku. Mungkin dia tidak pernah melakukan banyak hal sejak para pemainnya sendiri memiliki teknik dan pengetahuan permainan yang cekatan.

Selama setiap kesempatan pelatihan harian dan pencarian bakat, dia hanya perlu mencurahkan sedikit usaha dan pekerjaan akan dilakukan; tapi sekarang, serangan Shu Guang terbentuk di aumannya. Kuartet di depan melakukan yang terbaik dan terpesona dengan kemitraan mereka yang sempurna melalui teknik individual maupun kolektif.

Namun demikian, bola harus dikirim ke Zhang Jun, penembak terbaik mereka. Mengetahui hal ini, Tu Yong menempel padanya dan menutup setiap kali dia ke bola. Dengan satu gerakan curang, serangan itu kemudian akan dipotong pendek.

Kaka melepaskan diri dari spidolnya dan berlalu!

Zhang Jun mendapatkan bola dan dengan cepat mengirim drive ketika Tu Yong mendekat. Meskipun Tu Yong berhasil mendapatkan sentuhan dan mengirim jika keluar tentu saja, penjaga Yang Guang pecah dengan keringat dingin ketika tembakan mencukur melewati pos sebelum pergi di luar. Dia tahu bahwa itu akan menjadi tujuan, bukan untuk Tu Yong; sudut dan kekuatan sempurna ― seperti yang diharapkan dari striker terbaik Luoyang.

Penjaga itu hampir tidak punya waktu untuk menenangkan diri ketika Zhang Jun menerima bola dari Ren Yu De. Dalam satu gerakan, dia menerjang maju ke daerah ― dan seperti bayangan, Tu Yong menguncinya, menjatuhkannya saat dia mendekati kotak.

*Berbunyi!*

Wasit akhirnya meniup peluitnya. Dia juga memberikan kartu kuning kepada Tu Yong setelah memberi Shu Guang tendangan bebas.

"Kartu kuning? Mengapa ini kartu kuning? '' Su Fei menangis marah. "Itu jelas langkah untuk melukai, merah itu masuk akal!"

"Tidak, Su Fei." Liang Ke menggelengkan kepalanya. "Dia tidak menjegal dari belakang, tapi dari samping. Ada sedikit perbedaan, tetapi diperlakukan sangat berbeda dengan aturan. Dan wasit melihatnya dengan jelas, sehingga penilaiannya bagus. Jelas untuk melihat bahwa mereka sangat berpengalaman dalam mengeksploitasi celah. "

Sekali lagi, Zhang Jun pulih dari kejatuhan dalam waktu singkat, mengangkat alis Tu Yong ― pandangan langka dari bek.

Kaka melakukan tendangan bebas. Dia berlari dan memukul dengan kuat dengan bagian luar kaki kirinya, melengkung bola melewati dinding menuju ke tiang kiri.

Kiper tidak bisa bereaksi terhadap tendangan bebas yang cepat, melengkung, namun bersudut sempurna. Sementara yang lain akan menggunakan tembakan berbelok dalam jarak sedekat itu, Kaka memilih untuk upaya yang kuat. Tidak ada yang kurang diharapkan dari pemain Brasil; bola itu sempurna ke arah, kecepatan dan kekuatan.

Bola tampak siap untuk masuk, tetapi memantul dari tiang dan dari garis. Sangat buruk!

Adegan itu mengingatkan pada pertandingan Piala Dunia 1982 antara Brasil dan Argentina. Tendangan pisang dari nomor 11 Brasil, Eder juga dari tendangan bebas. Itu persis sama, sampai ke bagian kaki kiri yang digunakan dan melewati dinding. Bola juga membentur tiang gawang dan Zico mencetak gol pada rebound. Tembakan melengkung itu menjadi momen ikonik dalam sejarah Piala Dunia. Mungkin Kaka belajar dari teladannya.

…

Zhang Jun jatuh ke tanah dan berguling lima kali. Itu terlihat berlebihan tapi itu langkah yang sah untuk perlindungan diri.

Kali ini, ia ditendang di tumit dari belakang oleh Tu Yong dan jatuh setelah kehilangan keseimbangan dalam menjalankannya.

Yang Pan tidak tahan lagi pada saat ini. Dia berlari dan menggeram ketika dia meraih baju Tu Yong.

“Kamu f * cker, kamu sengaja melakukannya! Ini bukan sepak bola! "

Lapangan segera mendidih karena gerakannya dan para pemain Yang Guang mengerumuninya dengan marah, siap untuk bertarung. Di tribun, para penonton berteriak dengan marah untuk mendukung Yang Guang; bahkan Ah Yuan dan para pengikutnya berdiri.

Pada saat itu, Zhang Jun berdiri dan memegang Yang Pan dari belakang. “Jangan jadi gila! Saya baik-baik saja."

Wasit berlari masuk dan dengan tegas memisahkan keduanya, sebelum memesan Yang Pan tanpa sepatah kata pun.

Yang Pan memandangi kartu itu dengan ragu dan berdebat dengan petugas. Tapi Zhang Jun menahannya, pelukannya melumpuhkannya – itu adalah pertama kalinya dia merasakan betapa kuatnya sahabatnya itu.

"Yang Pan! Tenang! Apakah Anda ingin diusir? "Zhang Jun berteriak agar semua orang mendengar. "Kamu kaptennya, kamu tidak bisa melakukan tindakan tidak bertanggung jawab seperti itu!"

"Tapi…"

“Jika lawan mengotori kamu, pengembalian terbaik adalah dengan skor melawan mereka. Apakah kamu tidak mengerti? "

Zhang Jun kemudian bisa merasakan tubuh temannya sedikit rileks; Dia melepaskan cengkeramannya dan menepuk pundaknya. "Skor. Penilaian adalah solusi terbaik. Saya akan mencetak satu untuk Anda. "

Tu Yong menatap Zhang Jun yang tampaknya tidak terluka karena kaget.

Mengapa? Bagaimana dia bisa terus bangkit? Dia memar di seluruh tubuhnya, dia masih ingin mencetak gol?

Zhang Jun berjalan ke arahnya dan tersenyum. "Siku, lutut, menekuk, menendang, mendorong, aku sudah mencicipi semuanya. Tidak ada lagi trik? Maka giliranku! "

Dia berbalik ke Kaka. “Berikan bola padaku. Aku akan membuat lalat diam di luar! "

Kaka dikejutkan oleh Zhang Jun. Ini adalah pertama kalinya dia melihat tatapan menakutkan pada rekan satu timnya.

…

Yang Guang melakukan lemparan ke dalam.

Tu Yong mengambil kepemilikan tetapi tampak terganggu. Tidak ada yang mendekatinya.

Yang Pan menyelinap masuk dengan kejam dan menangkap bola remained Tu Yong tetap berdiri karena kebiasaan, sehingga wasit tidak meniup peluitnya dan memberi isyarat agar mereka bermain.

Berdiri, Yang Pan melewati Zhang Jun.

Striker itu mendapatkan bola dan berbalik. Dia menghindari kaki terentang dari bek dan menyerbu ke dalam kotak. Kemudian, berhenti lagi saat dia menghindari siku yang masuk. Segera setelah itu, dia menembak!

Itu adalah lob daripada upaya yang kuat – namun, itu menyelinap melewati ujung jari penjaga dan terbang ke sudut jauh.

Itu masuk!

Setelah dilanggar sepanjang pertandingan, banyak yang akan mengirim drive yang sangat kuat untuk meluapkan kemarahan dan frustrasi mereka jika mereka mendapat kesempatan. Tapi, apa penyerang tenang Zhang Jun adalah mencetak gol teknis seperti itu!

Zhang Jun bahkan belum mulai merayakannya sebelum dia dikerumuni oleh rekan-rekan setimnya yang liar.

Tu Yong menatap kosong ke arah bola di dalam jaring.

…

"Ah Yong! Ini bola sepak, sangat menyenangkan! Ingin bermain?

Itu sudah lama sekali. Langit buram, pemandangannya buram, bahkan wajah orang itu. Hanya suaranya yang begitu jernih.

"Da … ddy …" Tu Yong kecil tersandung ke arah pria itu. Dia menendang bola, menjatuhkan anak itu dan Tu Yong kecil mulai menangis karena kesakitan.

“Lihat dirimu, putramu masih sangat kecil. Apa yang kamu lakukan mengajarinya sepak bola? Bagaimana jika dia melukai dirinya sendiri? "Suara seorang wanita mengeluh.

"Hehe!" Pria itu tertawa, malu. "Sepak bola harus dipelajari pada usia yang sangat sedikit!"

Saat pasangan itu berdebat, Tu Yong kecil berhenti menangis dan mengambil bola untuk bermain dengannya.

Pria itu bersukacita. "Istriku sayang! Anak kita mendapatkannya! Dia akan menjadi bintang! "

"Bermimpilah!" Wanita itu mengerang, tetapi ada senyum di wajahnya.

…

"Ah Yong! Sepak bola!"

Little Tu Yong bergoyang menuju bola; kendati tendangan dengan kekuatan penuh, bola hanya bergulir dua meter jauhnya.

…

"Ah Yong, mari kita bermain sepak bola?"

"Tidak! Saya ingin makan! ”Tu Yong kecil cemberut, menggelengkan kepalanya.

"Ayah akan menggiring bola, kamu akan mencurinya. Jika Anda bisa mendapatkan bola, saya akan memperlakukan Anda dengan mie kacang hitam! "

Mata Tu Yong kecil berbinar. "Sangat?"

"Sangat!"

…

"Aku menang!" Si Kecil Tu Yong melompat dengan semangat. Butuh beberapa waktu tetapi, dia akhirnya berhasil merebut bola dari kaki ayahnya.

"Ah! Sudah terlambat, kios akan segera tutup. Kami tidak akan berhasil, mari pulang untuk mie kering mommy sebagai gantinya! "

Mata Tu Yong kecil dipenuhi air mata. "Ayah berbohong!"

"Hehe! Tidak, ayah tidak! Jika Anda ingin makan mie kacang hitam, Anda harus bertindak cepat dan mengambil bola sebelum kios tutup! ”

…

Yang lainnya kabur, tetapi suara itu sangat berbeda.

Dia bermain sepakbola sepenuh hati dengan ayahnya hanya untuk semangkuk mie kacang hitam. Dan dia melakukannya dengan banyak kebahagiaan juga. Betapa naifnya dia …

Ayah! Kenapa kau pergi tanpa bicara? Dan begitu tidak bertanggung jawab? Mengapa kamu meninggalkan ibu dan aku?

Catatan TL:

¹ "Tukang Daging" (Tu Fu) adalah nama panggilan plesetan berdasarkan nama Tu Yong.